sekadauterkini.com – Sebagai tindak lanjut dari wawancara dengan sepuluh tokoh masyarakat Dayak pada April 2025 lalu, sebuah diskusi budaya digelar dengan tema “Ekspresi Kebudayaan Dayak dalam Perspektif Ajaran Gereja Katolik: Relasionalitas, Mistikisme, dan Inkulturasi”. Acara yang berlangsung di ruangan Institut Teknologi Keling Kumang (ITKK) pada Jumat (14/11/2025), menghadirkan para akademisi, praktisi, dan mahasiswa untuk mendalami dinamika pelestarian budaya di tengah pengaruh agama.
Diskusi ini dihadiri oleh tim dari Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (STAKATN) Pontianak, yang terdiri dari Pastor Dr. Mayong Andreas Acin OFM Cap, Yohanes Chandra Kurnia Saputra, M.Ag., Amadi, M.Th., Cenderato, M.Pd., dan Silvianus Jehaman, M.Ps. Sementara dari Sekadau, hadir Rm. Andang, sejumlah tokoh masyarakat seperti Paulus Lion, Misi, Kusnadi, Heri, Leo, Nico Bohot, Vero Aprolonius serta perwakilan mahasiswa ITKK, dengan total peserta mencapai 25 orang.
Akulturasi dalam Ritual Huma Ketungau Sesat
Hendrikus Mangku hadir sebagai narasumber u dengan membawakan topik “Akulturasi Agama dan Budaya dalam Ritual Huma Suku Ketungau Sesat di Kalimantan Barat”. Dalam pemaparannya, disimpulkan bahwa pola akulturasi yang terjadi di komunitas tersebut bersifat dinamis dan asimilatif. Meskipun pengaruh budaya tradisi masih sangat nyata, peran agama Katolik telah banyak mendominasi, sehingga melahirkan sebuah bentuk budaya baru hasil integrasi antara keduanya.
Menelisik Ekspresi Budaya dan Upaya Pelestarian
Diskusi kemudian mengerucut pada empat materi utama yang mencakup bentuk-bentuk ekspresi budaya masyarakat Dayak di Kabupaten Sekadau yang masih bertahan hingga kini. Keempat bentuk itu adalah Siklus Kehidupan, Pertanian/Perladangan, Pengobatan Tradisional, dan Kesenian.
Peserta diskusi mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi pelestarian ekspresi budaya tersebut. Dibahas pula upaya-upaya konkret yang telah dilakukan baik oleh masyarakat Dayak Sekadau maupun pemerintah daerah. Salah satu contoh yang mengemuka adalah dalam pelestarian pengobatan tradisional. Pemerintah Daerah (Pemda) Sekadau telah membangun Taman Kehati (Keanekaragaman Hayati). Sementara itu, inisiatif lain datang dari Radio Dermaga yang mengadakan Sekolah Adat bersama generasi Z, serta peran ITKK dan CU Keling Kumang melalui program pembelajaran budaya lokal.
Mistikisme dan Tanggapan Gereja Katolik
Salah satu topik hangat dalam diskusi adalah pertanyaan mengenai unsur mistikisme dalam ekspresi budaya Dayak. Para peserta sepakat bahwa dalam beberapa praktik budaya, masih terdapat makna mistikisme yang mengandung nilai-nilai sakral versi orang Dayak. Terkait hal ini, dibahas pula tanggapan Gereja Katolik terhadap ekspresi budaya yang dijalankan di Sekadau.
Hasil diskusi mencatat kesepakatan bahwa budaya Dayak hingga saat ini terus dipelihara dan diteruskan oleh generasi muda, meski dengan berbagai penyesuaian. Gereja Katolik, melalui ajaran tentang inkulturasi dan akulturasi, didukung untuk terus mendukung keberadaan budaya lokal yang sejalan dengan ajarannya. Namun, ditegaskan bahwa tidak semua aktivitas budaya lokal dapat diterima oleh Gereja, suatu hal yang telah dipahami dan diamin-i oleh umat Katolik.
Untuk mendokumentasikan hasil diskusi secara komprehensif, tim dari STAKATN Negeri Pontianak yang diketuai langsung oleh Pastor Dr. Mayong Andreas Acin OFM Cap, akan menyusun laporan rinci dari kegiatan ini. Diharapkan, laporan tersebut dapat menjadi acuan dalam merumuskan langkah-langkah strategis untuk pelestarian budaya Dayak yang harmonis dengan nilai-nilai keagamaan. (ST)
